Sabtu, 28 November 2009

Mafia Berkeley

Mafia Berkeley adalah Organisasi Tanpa Bentuk (OTB). Mereka mempunyai atau menciptakan keturunan-keturunan. Para pendirinya memang sudah sepuh, yaitu Prof Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Soebroto, Moh. Sadli, J.B. Soemarlin, Adrianus Mooy, dan masih sangat banyak lagi. Yang sekarang dominan adalah Sri Mulyani, Moh. Ikhsan, Chatib Basri, dan masih banyak lagi. Mereka tersebar pada seluruh departemen dan menduduki jabatan eselon I dan II, sampai kepala biro.

Ciri kelompok itu ialah masuk ke dalam kabinet tanpa peduli siapa presidennya. Mereka mendesakkan diri dengan bantuan kekuatan agresor. Kalau kita ingat, sejak akhir era Orde Lama, Emil Salim sudah anggota penting dari KOTOE dan Widjojo Nitisastro sudah sekretaris Perdana Menteri Djuanda. Widjojo akhirnya menjabat sebagai ketua Bappenas dan bermarkas di sana. Setelah itu, presiden berganti beberapa kali. Yang "kecolongan" tidak masuk ke dalam kabinet adalah ketika Gus Dur menjadi presiden. Namun, begitu mereka mengetahui, mereka tidak terima. Mereka mendesak supaya Gus Dur membentuk Dewan Ekonomi Nasional. Seperti kita ketahui, ketuanya adalah Emil Salim dan sekretarisnya Sri Mulyani.

Mereka berhasil mempengaruhi atau "memaksa" Gus Dur bahwa mereka diperbolehkan hadir dalam setiap rapat koordinasi bidang ekuin. Tidak puas lagi, mereka berhasil membentuk Tim Asistensi pada Menko Ekuin yang terdiri atas dua orang saja, yaitu Widjojo Nitisastro dan Sri Mulyani. Dipaksakan bahwa mereka harus ikut mendampingi Menko Ekuin dan menteri keuangan dalam perundingan Paris Club pada 12 April 2000, walaupun mereka sama sekali di luar struktur dan sama sekali tidak dibutuhkan. Mereka membentuk opini publik bahwa ekonomi akan porak-poranda di bawah kendali tim ekonomi yang ada. Padahal, kinerja tim ekonomi di tahun 2000 tidak jelek kalau kita pelajari statistiknya sekarang.

Yang mengejutkan adalah Presiden Megawati yang mengangkat Boediono sebagai menteri keuangan dan Dorodjatun sebagai Menko Perekonomian. Aliran pikir dan sikap Laksamana Sukardi sangat jelas sama dengan Berkeley Mafia, walaupun dia bukan anggotanya. Ada penjelasan tersendiri tentang hal ini. Presiden SBY sudah mengetahui semuanya. Toh tidak dapat menolak dimasukkannya ke dalam kabinet tokoh-tokoh Berkeley Mafia seperti Sri Mulyani, Jusuf Anwar, dan Mari Pangestu, seperti yang telah disinaylir oleh beberapa media massa.

Mari Mewaspadai Mass Media Terutama TV

Regim ORBA (dan bablasannya) menguasai hampir 75% mass media di Indonesia; maka mereka dengan mudah menyusupkan manusia2nya melalui politik “kambing putih”; dan sebaliknya melakukan character assasination/kambing hitam bagi musuh2 politiknya! Seringkali mereka cukup memberi gaji tambahan bulanan bagi para kuli tinta, tanpa harus mendirikan mass media corporation, sungguh jeli dan licik!

Kambing Putih adalah strategi memberikan gelar yang hebat agar didengar masyarakat dan mempunyai reputasi nasional, contoh politik kambing putih adalah:
- Prof. Sumitro (besan Soeharto): digelari Begawan Ekonomi, padahal anak2nya terlibat maha kejahatan (Prabowo: pembantaian Cina Mei 98, dan Sudrajat J. dan Hasyim: kasus BLBI, dst), jadi mestinya begawan Durna (karena suka menipu Pendawa, muridnya sendiri!).
- Marie Muhammad: digelari Mister Clean, padahal saat beliaulah terjadi kasus BLBI, jadi mestinya Mister berlepotan!
- Zainudin MZ: digelari Dai Sejuta Umat, padahal dai politik untuk menggaet suara pemilih!
- Tanri Abeng: digelari Manajer Satu Milyar, padahal dipakai untuk menghisap BUMN!
- Prof. Yuwono Sudarsono: penjaga setia dominasi Militer atas Sipil dan dwi fungsi ABRI, maka ia diselundupkan ke LEMHANAS (alat intelektual militer) dan saat ini menjabat MENHAN. Bagaimana para petinggi militer tidak pakar dalam politik kalau pekerjaan utamanya beralih ke politik (sehingga tugas utamanya terbengkelai, apalagi juga pelaku bisnis yang ilegal) yang menghasilkan account di bank menjadi ukuran XL (puluhan milyar rupiah), yang semestinya ukuran S (small) mengingat gaji pegawai negeri itu rendah sekali. Sementara itu, sipil, yang digaji rendah sehingga sulit fokus pada bidangnya, yang berusaha menguasai perpolitikan dengan baik dan etis selalu mereka ganggu dan gagalkan upayanya untuk mendominasi kancah perpolitikan nasional!
- Prof. Nazarudin Syamsudin dkk.: diselundupkan ke KPU untuk menjaga PEMILU agar regim ORBA selalu menang atau minimal termasuk tiga besar.
- Saat menjelang reformasi: Sri Mulyani dan Anwar Nasution (dosen UI) di "roketkan", seolah-olah mereka kritis terhadap regim ORBA, padahal mereka diselundupkan demi mengamankan sisa hari Tua regim Soeharto/ORBA dari jamahan hukum dibidang Keuangan!
- Saat menjelang reformasi: Sri Mulyani dan Anwar Nasution (dosen UI) di “roketkan”, seolah-olah mereka kritis terhadap regim ORBA, padahal mereka diselundupkan demi mengamankan sisa hari Tua regim Soeharto/ORBA dari jamahan hukum dari segi Keuangan dan demi dominasi asing!
- Puncak politik kambing putih dan strategi penyelundupan adalah Amien Rais! Beliau digelari tokoh/pelopor reformasi, padahal beliau diselundupkan untuk membelokan reformasi dan menyelamatkan regim ORBA! Untuk ini baca artikel di web site di seksi Pesan Penutup dibawah.
- Dst. (saat ini politik kambing putih terus dilaksanakan).

Saat ini kedudukan politik regim ORBA dan Bablasannya amat sangat kuat, lihatlah posisi: Yusril (kesayangan Soeharto) menjadi Setneg (powerful sekali dalam memfilter informasi ke presiden SBY); Miranda Gultom (kepala BI) dan Anwar Nasution (ketua BPK): untuk melindungi ORBA dari segi keuangan atas kasus BLBI, dan kasus besar lainnya (terutama di BUMN), agar sulit terungkap, padahal mengungkap KKN itu mudah sekali, cukup mempelajari histori rekening ybs secara mendalam dan tuntas, nah disinilah faktor keamanan regim Soeharto terjamin oleh Miranda Gultom dan Anwar Nasution; Jimmly Asidiqi (ketua MK): untuk melindungi ORBA dari segi hukum, agar berbagai kasus pelanggaran HAM berat sulit terungkap; dan seterusnya …masih banyak sekali. Mereka ini, pelacur intelektual sekaligus akademisi selebritis dari UI, selalu dikonotasikan pandai dan bersih dalam mass media, padahal sebaliknya!

Saat reformasi (1998) papan tulisan di Kampus UI Salemba yang berjudul: KAMPUS PERJUANGAN ORDE BARU ditutup kain hitam, tanda malu dan berkabung; mungkin sekarang sudah dibuka lagi dan ditulis ulang sebagi: "KAMPUS PERJUANGAN ORDE BARU DAN BABLASANNYA, MENERIMA ORDER PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT WALAU UNTUK MERUSAK BANGSA SENDIRI."

Sebaliknya, Kambing Hitam adalah strategi memberikan gelar yang sangat negatip agar mereka tidak laku dimasyarakat (character assasination); contoh politik kambing hitam adalah: di PKI kan, dikonotasikan radikal (Munir, Budiman Sujatmiko, Ditasari, dst), dikonotasikan agen asing (Hendradi dan NGO/LSM yang baik dan bermoral).

Menonton TV (dan mendengarkan radio) di Indonesia harus waspada; sebab banyak skenario dibelakangnya/terselubung; pada umumnya untuk membentuk opini yang pro Regim ORBA dan bablasannya. Semakin sering seorang cendekiawan/akademisi/pengamat muncul di TV, kita harus semakin waspada pada orang itu (alat Regim ORBA dan bablasannya
dan moralitasnya perlu diragukan)! Sebaliknya, semakin jarang, semakin dapat dipercaya ke idealismeannya! Sebagai contoh: pernah terjadi dialog yang sangat menggelikan, WS Rendra tidak bisa dikontrol pembicaraannya oleh Salim Said (pengamat militer, alat ORBA) dan Anhar Gogong (pengamat sejarah, alat ORBA); WS Rendra terus nerocos membahas rusaknya kebudayaan kita akibat ORBA! Sejak saat itu, WS Rendra tidak pernah muncul lagi di dialog Televisi! Jangan harap kita disuguhi dialog yang sering dengan orang yang bermoral baik dan idealis seperti: Kwik Kian Gie, Mochtar Prabotinggi, Hendradi, Teten Masduki/tokoh ICW, Dita Sari, Wardah Hafidz/ketua UPC, Munir, Jeffry Winters, Faisal Basri, dst. Seandainya mereka muncul, slot waktunya paling hanya singkat dan amat jarang; mereka dimunculkan kadang2 saja hanya untuk sekedar mengelabui bahwa stasiun TV tsb. adalah netral, padahal tidak!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar